Ingratubun menjelaskan bahwa,
kliennya Abdul Hamid Tamri/Djeroban adalah benar benar anak hasil perkawinan biologis dari,bapak Haris Djeroban dan ibu Hayati Tantri pada tahun 1986,dan memilik dua orang anak namun dalam perjalan seorang anak meninggal dan tinggal seorang anak laki laki(Hamid Tantri/Jeroban)klien saya ungkapnya.
Pada tahun 1995 ibu dari klien saya Hayati Tantri meninggal dunia,dan bapaknya menikah lagi dengan istri kedua yang bernama Suripa namun tidak memiliki anak sehingga pada tahun 2022 bapak Haris Djeroban menikah untuk yang ke tiga kalinya,tetapi di dalam agama kami(Islam),itu bisa lebih dari satu kali tetapi harusnya mengusulkan Poligami,ke pengadilan Agama,tetapi pernikahan ketiga ini masih ada istri kedua dan tidak pernah mengusulkan Poligami(Isbat)
sehingga pernikahan ketiga menurut Agama Islam itu Sah tetapi tidak terdaftar dalam pencatatan pernikahan.
Pada tahun 2023 istri kedua dan ketiga mengadopsi satu orang anak,namun tanpa ada keputusan dari pengadilan.
Lanjutnya,pada tahun 2023 istri kedua meninggal dan pada tahun yang sama bapak dari klien saya juga meninggal sehingga disinilah timbul masalah.karena ada harta warisan, yang kami sesali khusus untuk Disdukcapil Aru,karena mereka ini tidak mendudukan aturan,pada hal setau saya Disdukcapil itu sudah pasti tau aturan mainnya seperti apa,seperti permasalahan yang terjadi sekarang ini,tanpa ada putusan Pengadilan tetapi dimasukan kedalam Kartu Keluarga.beber Ingratubun
Mirisnya lagi Almarhum Aris Djeroban,namanya tertulis didalam KK sebagai Orang Tua Kandung dari anak yang di adopsi padahal perkawinan pak Haris Djeroban dengan istri ke Tiga Yayu Budiastri tidak memiliki anak.
Akibat dari Keteldoran Disdukcapil ini maka sekarang terjadi perebutan harta warisan untuk itu saya berharap agar Disdukcapil harus jeli dalam menerbitkan dokumen kependudukan,karena konsukuensi penerbitan dokumen yang asal asalan itu bisa berakibat terhadap Pidana.ungkap Ingratubun.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor:54 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak harus dilakukan melalui penetapan pengadilan,dan dinyatakan pula
bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orang tua kandungnya.ungkap Wahyu Ingratubun SH
Lanjut Ingratubun,pada pasal 6 peraturan dimaksud disebutkan bahwa orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya.
Di masyarakat kita, lazim terjadi pengangkatan anak tanpa melalui mekanisme penetapan pengadilan.
Dengan motif pengangkatan anak seperti yang disebutkan di atas, orang tua angkat langsung
memelihara, merawat, dan mengambil alih tanggung
jawab sebagai orang tua tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam ketentuan perundangan.
Bahkan ada yang mendaftarkan anak angkatnya dalam Kartu Keluarga sebagai "anak" dengan nama ayah dan ibu angkat tercantum dalam kolom nama ayah dan ibu, dan selanjutnya si anak angkat dibuatkan akta kelahiran sebagai anak kandung orang tua angkatnya.
Dengan demikian telah terjadi
manipulasi data penduduk yang tentu saja bertentangan dengan Undang-undang No 24 Tahun
2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,
khususnya pasal 94 yang menyebutkan bahwa bagi
siapa saja yang melakukan manipulasi elemen data
penduduk diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 75.000.000.
Diakhir Pembicaraan Ingratubun mengatakan bahwa apabila DISDUKCAPIL Aru tidak segera menindaklanjuti maka saya akan segera polisikan dan Permasalahan ini juga saya akan tindak lanjuti ke Dirjen DUKCAPIL tegas Ingratubun.LMN 01
Social Header