Darah pejuang yang menuruni tangga generasi dari sang ayah, menjalar di sekujur tubuh anak kolong (anak prajurit) ini.
Bermodal ijazah STM Langgur Maluku Tenggara,dirinya langsung terjun ke lapangan,dimasa Krisis Moneter, bermodal semangat dan hubungan komunikasi baik dengan para pedagang di Kota Dobo, Timotius menggelar Pasar Murah(Sembako).
Tujuannya, mengambil untung ala-kadar, tapi utamanya adalah mendorong kemanfaatan bagi masyarakat yang bisa mengakses barang kebutuhan pokok yang saat itu mencekik leher para warga, dengan harga semurah mungkin. Sebutlah, kegiatan sosial ekonomi.
Sukses dengan pasar murah, darah muda inovator dan kreator yang turun dari sistem pendidikan keras dari STM ini, terus memacu kerja keras lainnya.
Sempat bekerja sebagai karyawan toko Sinar Terang, milik pengusaha lokal Aru,(Tompeng), Timo dengan cerdas menggagas ide brilian, meminta Tompeng, memborong besi dalam jumlah sangat besar dari jumlah pesanan rutin sebelumnya.
Tak lama setelah pembelian besi dalam jumlah besar ini, harga besi di pasar dunia dan domestik, naik melambung tinggi. Dan Tompeng untung besar dari penjualan besi yang sebelumnya dibeli dengan harga murah.
Itu bukan sekedar naluri. Tapi kecerdasan dalam soft skill. Kecerdasan yang tidak ada dalam ijazah, kecerdasan yang tidak ada dalam ujian nasional, kecerdasan yang tidak ada dalam raport, kecerdasan yang tidak ada dalam transkrip nilai sarjana.
Kecerdasan soft skill Timo Kaidel, terbentuk melalui proses panjang dalam perjalanan hidup dalam lika liku seorang anak eks pejuang yang tidak punya uang, sehingga anak-anak harus berjuang sekeras-kerasnya sendiri mencapai masa depan yang baik.
Perjalanan hidup yang sulit,merupakan pemicu untuk mendorong terciptanya daya imaginasi, kreasi, dan inovasi, dalam transformasi hidup seseorang. Itulah yang terjadi pada Timo Kaidel.
Andai Timo adalah anak orang kaya yang dilahirkan dalam kondisi ekonomi yang baik, lahir dalam gelimang harta, lahir untuk menghabiskan uang yang diwariskan orang tua, tentu Timo Kaidel saat ini adalah berbeda langit dan bumi dari tampilan aslinya saat ini.
Saya yakin, Timo bangga pernah hidup sebagai seorang anak prajurit miskin, yang baru Terima honor akhir saat tahun 2000an (uang Terima kasih negara) pada bekas pejuang Trikora tahun 1950an. Karena dari kondisi ini, Timo mampu bertransformasi menjadi pribadi yang sukses tanpa menerima gratis warisan orang tuanya.
Jika Timo Kaidel hari ini mandiri, itu karena kemauan dan kerja keras yang dilakukan selama jangka waktu yang cukup panjang. Modal kaki, tangan, otak, dari dirinya sendiri.
Tentu saja ada banyak orang lain di sekitarnya. Tapi sifat individu lebih besar dalam meraih kesuksesan ini, karena memiliki hard skill dan soft skill yang mampu dikelola dengan baik oleh Timo Kaidel.
Akhirnya, pada titik ini, Timo hendak mengaplikasikan semua pengalaman ini, dengan memilih mencalonkan dirinya untuk ikut dalam PILKADA Bupati Aru. Dia yakin, jika sebagai orang Aru, dirinya di masa lalu itu sulit melalui hidup panjang hingga sesukses kini, berarti, dirinya mampu membawa perubahan bagi Aru, sehingga generasi mendatang, jangan lagi hidup sulit seperti yang pernah di alaminya.
"Tiap masa ada orangnya - Tiap Orang ada masanya"KL/LMN01
Social Header